Sebelumnya kami harus sampaikan pernyataan Pak Jusuf Kalla ini tidaklah benar. Mungkin beliau sedang lupa saja. Kultwit ini berusaha memberikan klarifikasi atas pernyataan beliau agar tidak dianggap sebagai fakta oleh publik.
JK: Saya Kasih Tanah ke PrabowoWakil Presiden Jusuf Kalla menilai kepemilikan ribuan hektar lahan di Kalimantan oleh capres nomor urut 02 Prabowo Subianto telah sesuai aturan. Izin penggunaan lahan atas dasar Hak Guna Usaha (HGU) itu pun diteken JK saat masih menjabat sebagai wakil presiden pada tahun 2004.
"Pak Prabowo memang menguasai, tapi sesuai UU, sesuai aturan, apa yang salah? Kebetulan waktu itu saya yang kasih," ujar JK di kantor wakil presiden, Jakarta, Selasa (19/2).
JK mengatakan, lahan itu awalnya berada di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lantaran mengalami kredit macet di Bank Mandiri. Prabowo kemudian mendatangi JK untuk membeli lahan tersebut. JK pun mengizinkan pembelian lahan itu namun dengan syarat pembayaran dilakukan secara tunai senilai US$ 150 juta.
"Datang Pak Prabowo mau beli. Saya tanya 'you beli tapi cash, tidak boleh utang'. Dijawab 'siap'. Dia akan beli dengan cash, dibelilah itu. Jadi itu hak," katanya.
Setelah Prabowo meminta lahan tersebut, JK pun langsung menghubungi Agus Martowardojo yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri. "Saya bilang 'ini ada jenderal yang jadi pengusaha', saya kasih tahu Agus, 'kasih ini (lahan) tapi cash, tidak boleh utang lagi'," ucap JK.
Sebelum Prabowo meminta kepemilikan lahan tersebut, JK pun telah menyampaikan pada Agus agar memberikan lahan itu kepada orang Indonesia. Sebab, saat itu ada warga negara Singapura yang juga tertarik untuk membeli lahan tersebut.
"Saya minta ke Agus untuk diberikan ke pribumi, supaya jangan jatuh ke luar negeri. Ada orang Singapura dan Malaysia waktu itu mau beli. Daripada orang lain yang ambil kan, yang penting sesuai aturan dan dibayar cash di Mandiri. Saya tidak izinkan kalau tidak cash," terang JK.
Pembahasan soal kepemilikan lahan ini muncul dalam debat capres yang digelar Minggu (17/2) malam. Capres petahana Joko Widodo menyebut Prabowo memiliki 120 ribu hektar lahan di Aceh Tengah dan 220 ribu hektar lahan di Kalimantan Timur. Prabowo pun mengakui bahwa ia memang memiliki ratusan ribu lahan di wilayah tersebut namun dalam bentuk HGU.
Dan baru saja ada klarifikasi dari Jubir Wapres tentang pernyataan @Pak_JK tersebut. Versi pak @husainabdullah1 inilah yg benar.
Jubir Wapres: Prabowo Beli Kiani Kertas, Bukan LahanJuru bicara (jubir) Wapres Jusuf Kalla, Husain Abdullah menyatakan Prabowo Subianto membeli PT Kiani Kertas yang di dalamnya terdapat lahan konsesi seluas 220.000 hektare.
Hal tersebut disampaikan Husain Abdullah dalam pesan singkat kepada Beritasatu, Selasa (19/2/2019), terkait pernyataan Wapres JK yang menyatakan Prabowo Subianto membeli lahan yang berada di bawah penanganan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Saya perlu meluruskan sedikit pernyataan Bapak (Jusuf Kalla), bukan beli lahannya," kata Husain Abdullah.
Jadi tidak benar Prabowo membeli lahan di Kaltim atas persetujuan pak JK. Yg benar adalah Prabowo membeli PT Kiani Kertas yang di dalamnya terdapat lahan konsesi seluas 220.000 hektar. Tambahan klarifikasi dari kami, tidak benar Prabowo membeli dari Bank Mandiri secara cash melainkan membeli dari BPPN dengan uang utang dari Bank Mandiri. Yang benar adalah Prabowo membeli PT Kiani Kertas (beserta aset2 lahannya) yg nilain sesungguhnya Rp 7,106 triliun dengan hanya membayar Rp 1,8 triliun, itupun dengan uang utang dari Bank Mandiri.
Kredit tersebut kelak bermasalah secara hukum.
Kisah pembelian PT Kiani Kertas beserta ratusan ribu hektar lahan yg menjadi konsesinya oleh Prabowo itulah yg akan kami bahas dalam kultwit kali ini agar kebenaran terungkap.
Agar publik tahu bagaimana dahulu kekayaan bangsa ini bisa dikuasai oleh segelintir orang.
Baca Juga :
Karena NASA, Alien Akan Mudah Menyerang Bumi
Sejarah Eksperimen Cangkok Testis Yang Dilakukan Dengan Cara Sadis
Misteri The Green Child of Woolpit, Anak Hijau Yang Berasal Dari Negeri Bawah Tanah
Jadi begini ceritanya...
Ketika masa jaya-jayanya Orde Baru, kroni2 Soeharto mendapat privilege luar biasa untuk menguasai ekonomi bangsa ini. Salah satunya adalah Bob Hasan. Bob Hasanlah yg pertama kali mendirikan PT Kiani Kertas ini. Pada tahun 1994-an Bob Hasan mendirikan pabrik pulp & paper terbesar di Asia (mungkin juga di dunia) dengan mendapatkan konsesi lahan HPH dan lahan HTI.
Dan untuk modalnya Bob Hasan dapat pinjaman dari DANA REBOISASI dengan bunga 0% (nol persen). Bob Hasan saat itu mendapat konsesi lahan ratusan ribu hektar dan membangun pabrik pulp & paper dengan modal NOL RUPIAH. Modalnya adalah kedekatan dengan keluarga Cendana.
Dan ketika terjadi krisis moneter bank milik Bob Hasan yaitu Bank Umum Nasional (BUN) menanggung utang senilai Rp 8,917 triliun dan menjadi pasien BPPN. Maka Bob Hasan wajib menyerahkan aset2 lain miliknya kepada BPPN. Maka diserahkanlah pabrik pulp & papernya itu. Jatuhnya pak Harto disertai dengan pengusutan segala KKN yg terjadi di era kekuasaannya.
Proses pendirian pabrik pulp & paper milik Bob Hasan yg penuh dengan nuansa KKN itu pun akhirnya tak luput dari jerat hukum. Bob Hasan pun dihukum di Nusa Kambangan.
Memasuki era reformasi. Pada tahun 2002, BPPN lantas memasukkan PT Kiani Kertas dalam program penjualan. Perusahaan bubur kertas tersebut lantas diincar oleh investor PT Vayola yang terkait dengan Prabowo, yang sudah pulang dari Yordania dan ingin berbisnis di Indonesia. Entah bagaimana caranya Prabowo akhirnya bisa membeli saham PT Kiani Kertas (dgn hak konsesi lahan ratusan ribu hektar itu) dari BPPN yg nilainya Rp 7,106 triliun hanya dgn Rp 1,8 triliun saja!
Jadi ini sama sekali bukan tentang nasionalisme tetapi murni bisnis. Good business.
Dan Prabowo sama sekali tidak membelinya secara cash seperti yg disampaikan oleh pak JK, melainkan dari uang pinjaman dari Bank Mandiri. Proses kredit di Bank Mandiri ini pun belakangan mengalami masalah hukum. Dan Prabowo sempat diperiksa di Kejagung.
Tim penyidik Kejaksaan Agung memeriksa Presiden Direktur PT Kiani Kertas Prabowo Subianto, Selasa (5/7). Prabowo diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan kasus kredit macet PT Kiani Kertas di Bank Mandiri senilai Rp 1,8 triliun pada 2002. Pertengahan Mei lalu, Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji menjelaskan, keputusan untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dalam pemberian kredit Bank Mandiri kepada PT Kiani Kertas didasarkan pada evaluasi Kejagung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua lembaga tersebut menemukan perbuatan melawan hukum dalam penyaluran kredit sebesar Rp 1,89 triliun, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Prabowo dateng ke Gedung Bundar Kejaksaan Agung pukul 08.05 WIB, dengan mengendarai Toyota Alphard. Beberapa staf dari PT Kiani Kertas turut mendampingi mantan Panglima Kostrad itu. Pemanggilan Prabowo kali ini adalah yang kedua kalinya. Pada pemanggilan pertama pekan lalu, Prabowo tidak hadir karena sedang berada di luar kota. Astri Wahyuni
Jadi Prabowo menguasai PT Kiani Kertas dengan ratusan ribu hektar lahan konsesinya itu nyaris tanpa modal. Sebab modalnya adalah dari kredit Bank Mandiri dan jaminannya adalah aset2 PT Kiani Kertas itu sendiri. Kurang apa coba? Dengan segala kemudahan yg didapat toh di tengah perjalanan PT Kiani Kertas mengalami kesulitan modal kerja dan membuat pabrik nyaris tak beroperasi.
Utang Kiani Kertas kemudian terkatung2 dan membengkak menjadi Rp 2,2 triliun. Selanjutnya, bisa ditebak, kredit tsb menjadi macet.
Macet inilah yang menimbulkan kecurigaan adanya fraud dalam proses pencairan kredit di Bank Mandiri untuk membeli saham Kiani Kertas. Kredit macet bukanlah pidana tapi fraud bisa jadi kasus pidana. Agar tak berlarut2 jadi kasus hukum utang ke Bank Mandiri akhirnya diselesaikan oleh Prabowo. Uangnya entah dari mana tapi yg jelas Hashim akhirnya masuk jadi pemegang saham Kiani Kertas. Mungkin proses penyelesaian kredit macet di Bank Mandiri inilah yg di ingat oleh pak JK sebagai pembelian lahan. Padahal pembelian Kiani Kertas kepada BPPN bukan kepada Bank Mandiri.
Yang benar Prabowo membeli saham PT Kiani Kertas dengan kredit dari Bank Mandiri yg akhirnya macet. Yang pasti setelah penyelesaian kredit macet di Bank Mandiri tersebut Kejagung isyaratkan keluarkan SP3 untuk kasus Kiani Kertas.
Kejagung Isyaratkan SP3 Kasus PT Kiani KertasKejaksaan Agung mengisyaratkan akan menghentikan penyidikan atau SP3 dugaan korupsi pengambialihan aset PT Kiani Kertas pada 1998 yang sudah menetapkan tiga tersangka mantan pimpinan Bank Mandiri, yakni, ECW Neloe, I Wayan Pugeg, dan M Sholeh Tasripan.Untuk kasus hukum Kiani Kertas bisa dibaca pada situs ICW berikut ini.
Jaksa Agung, Basrief Arief, di Jakarta, Jumat, mengaku dirinya pernah mengekspos kasus tersebut –saat menjadi wakil jaksa agung—, dan hasil eksposnya tidak ada kerugian negara.
"Bahkan Mandiri mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan dalam kasus PT Kiani Kertas," katanya.
Ia menegaskan dengan tidak ada kerugian negara, maka salah satu unsur adanya dugaan tindak pidana korupsi, tidak terbukti.
Dikatakan, pengambilalihan aset PT Kiani Kertas melalui kredit Bank Mandiri, sudah dilunasi semuanya sekitar Rp 1,8 triliun. "Mandiri mendapatkan keuntungan di situ," katanya.
"Nanti saya cek (apakah benar sudah dikeluarkan SP3 kasus tersebut), tapi yang jelas hasil eksposnya seperti itu," katanya.
Kasus pengambilalihan aset hak tagih PT Kiani Kertas itu berawal pada November 1998. Pemilik awal PT Kiani Kertas yaitu Bob Hasan menyerahkan perusahaan kertas itu kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), terkait penyelesaian utang Bank Umum Nasional (BUN) perusahaan milik Bob senilai Rp 8,9 triliun.
Tahun 2002, BPPN memasukkan perusahaan bubur kertas/pulp itu dalam program penjualan dan ditawarkan ke investor PT Vayola yang terkait dengan Prabowo Subianto, yang membeli semua saham Kiani senilai Rp 7,1 triliun. Prabowo membeli PT Kiani Kertas setelah mendapat kredit dari Bank Mandiri Rp 1,8 triliun.
Belakangan, PT Kiani Kertas mengalami kesulitan modal kerja dan Bank Mandiri mendesak PT Vayola menggandeng investor baru untuk merestrukturisasi utang perusahaan tersebut.
Namun, utang Kiani Kertas tidak juga terbayar bahkan bertambah menjadi Rp 2,2 triliun dan menjadi kredit macet.
Sebelumnya, Neloe (mantan direktur utama Bank Mandiri), Pugeg (mantan wakil direktur Bank Mandiri) dan Tasripan (mantan direktur corporate banking Mandiri) menjadi terdakwa kasus korupsi kredit Bank Mandiri pada PT Cipta Graha Nusantara senilai Rp 160 miliar yang dibebaskan PN Jakarta Selatan pada Februari 2006.
Neloe Tersangka Lagi; Korupsi Aset PT Kiani Kertas, Rugikan Negara Rp 1,8 TriliunTiada tahun tanpa berurusan dengan hukum. Tiga mantan pejabat Bank Mandiri, yaitu E.C.W. Neloe (eks Dirut), I Wayan Pugeg (eks Wadirut), dan M. Sholeh Tasripan (eks direktur), kembali menjadi tersangka korupsi. Kali ini kasusnya pengambilalihan aset PT Kiani Kertas yang merugikan negara Rp 1,8 triliun.
Neloe dkk saat ini juga masih menjadi terdakwa kasus kredit macet PT Cipta Graha Nusantara (CGN) Rp 160 miliar yang berkas perkaranya sampai di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Mereka sebelumnya dibebaskan dari PN Jakarta Selatan.
Neloe sendiri bisa dibilang memanen perkara. Tepat satu tahun lalu atau 18 April 2006, Mabes Polri menetapkan pria kelahiran Makassar itu menjadi tersangka pencucian uang (money laundering) atas deposito USD 5,3 juta pada sebuah bank di Swiss. Dengan demikian, Neloe terjerat hukum dalam tiga kasus berbeda.
Penetapan Neloe dkk sebagai tersangka kasus PT Kiani Kertas diumumkan di gedung Kejagung pukul 19.00 tadi malam. Direktur Penyidikan M. Salim didampingi Kapuspenkum Salman Maryadi membeberkan informasi tersebut. Plt JAM Pidana Khusus (Pidsus) Hendarman Supandji lebih dahulu meninggalkan Gedung Kejagung.
Saat mengumumkan, Salim tidak mengungkap nama lengkap Neloe dkk. Mantan wakil kepala Kejati Jawa Tengah itu hanya menyebut inisialnya, yakni ECW N (Neloe), MST (Tasripan), dan IWP (Pugeg). Setelah memeriksa 12 saksi, kejaksaan berkesimpulan ECW N, MST, dan IWP ditetapkan tersangka, kata Salim.
Penyidikan kasus korupsi pengambilalihan aset PT Kiani Kertas ditangani tim jaksa yang dikoordinasi Herdwi SH. Menurut Salim, Neloe dkk akan diperiksa sebagai tersangka mulai pekan depan. Kami berharap para tersangka dapat memenuhi pemanggilan, ujar Salim.
Tim penyidik telah memeriksa 12 saksi yang berasal dari kreditor (manajemen Bank Mandiri) dan debitor (PT Kiani Kertas). Dari catatan koran ini, para saksi tersebut, antara lain, Prabowo Subianto (Presdir PT Kiani Kertas dan direktur PT Nusantara Energi) dan M. Syahrial (Dirut PT Perusahaan Pengelola Aset/PPA).
Salim menepis kekhawatiran bahwa Neloe dkk akan lari. Dasarnya, mereka masih dicekal. Kami yakin Neloe dkk masih di Indonesia, jelas Salim. Status pencekalan dikeluarkan Kejagung saat Neloe dkk ditetapkan sebagai tersangka kasus kredit macet PT CGN pada 30 April 2005.
Selain memanggil Neloe dkk, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan beberapa saksi. Di antaranya, wakil manajemen PT Nusantara Energi (selaku konsorsium pembelian hak tagih alias cessie PT Kiani Kertas) dan Bank Mandiri. Semua akan dipanggil satu per satu secara berurutan, tegas Salim.
Menurut Salim, penetapan Neloe dkk sebagai tersangka tidak berarti terjadi nebis in idem (penetapan dua kali tersangka dalam kasus yang sama). Alasannya, kasus yang disidik saat ini berbeda dengan yang telah masuk ke pengadilan. Ini kasusnya lain, jelas Salim.
....
Selain itu, tim penyidik juga tidak perlu menunggu putusan kasasi kasus kredit macet PT CGN dari MA. Dia menjelaskan, dengan penetapan Neloe dkk sebagai tersangka lagi, justru diharapkan MA dapat mendalami kerugian negara atas berbagai kasus kredit macet di Bank Mandiri.
Ditanya kemungkinan penetapan tersangka lain, Salim menjawab peluang itu tetap terbuka. Itu dimungkinkan, katanya singkat. Yang pasti, semua bergantung hasil pengembangan penyidikan.
Salim juga menegaskan, kejaksaan masih menghitung kerugian negara dalam kasus PT Kiani Kertas. Tim penyidik akan menggunakan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Meski belum ada nilai pasti (kerugian negara), kami punya data untuk menetapkan mereka (Neloe dkk) sebagai tersangka, beber Salim.
Soal detail perbuatan melawan hukum oleh Neloe dkk dalam kasus Kiani Kertas, Salim menolak menjelaskan. Yang jelas, kasus pengambilalihan PT Kiani Kertas dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terjadi pada 2002 silam.
Terpisah, pengacara Neloe, O.C. Kaligis, menegaskan kliennya seharusnya tidak dijadikan tersangka dalam kasus PT Kiani Kertas. Alasannya, selaku pimpinan, Neloe dkk tidak terlibat secara langsung proses pengambilalihan perusahaan milik Bob Hasan tersebut. Seharusnya, kejaksaan memeriksa para manajer yang menyetujui pengucuran dana (terkait pengambilalihan PT Kiani Kertas), jelas Kaligis yang dihubungi koran ini dari gedung Kejagung kemarin.
Selain itu, terkait proses pengucuran dana untuk pengambilalihan, Bank Mandiri telah menjelaskan secara terbuka dalam laporan keuangan audited. Bank Mandiri kan perusahaan terbuka, jelas Kaligis. Neloe dkk juga berani mengeluarkan kredit setelah mendapat persetujuan dari BPPN.
Soal kesiapan Neloe menjalani penyidikan, Kaligis menegaskan kliennya siap. Meski demikian, pengacara berkacamata itu tidak dapat memastikan keberadaan kliennya. Saya sudah lama tak berhubungan lagi dengan klien saya, ungkap Kaligis. Dia juga sudah memastikan kliennya tidak lagi berstatus cekal sehingga dapat bepergian ke luar negeri.
Terpisah, Komisaris Utama (Komut) PT Kiani Kertas Luhut Panjaitan menolak berkomentar soal penetapan Neloe dkk sebagai tersangka. Wah, saya nggak bisa berkomentar. Saya belum mendengar, kata Luhut kepada koran ini. Meski demikian, mantan Menperindag tersebut menegaskan, proses pengambilalihan PT Kiani Kertas telah memenuhi prosedur.
Dari catatan koran ini, kasus pengambilalihan hak tagih PT Kiani Kertas berawal pada November 1998. Saat itu, pemilik awal PT Kiani Kertas, Bob Hasan, menyerahkan perusahaan kertas itu kepada BPPN. Ini terkait penyelesaian utang Bank Umum Nasional (BUN), perusahaan milik Bob, senilai Rp 8,917 triliun.
Pada 2002, BPPN lantas memasukkan PT Kiani Kertas dalam program penjualan. Perusahaan bubur kertas tersebut lantas ditawarkan ke investor PT Vayola yang terkait dengan Prabowo dan membeli semua saham Kiani senilai Rp 7,106 triliun. Prabowo membeli PT Kiani Kertas setelah mendapat kredit Bank Mandiri Rp 1,8 triliun.
Sayang, di tengah perjalanan, PT Kiani Kertas mengalami kesulitan modal kerja dan membuat pabrik nyaris tak beroperasi.
Bank Mandiri lantas mendesak PT Vayola menggandeng investor baru untuk merestrukturisasi utang. Namun utang Kiani kemudian terkatung-katung dan membengkak menjadi Rp 2,2 triliun. Selanjutnya, bisa ditebak, kredit tersebut menjadi macet.
Sekian kultwit kami. Semoga mencerahkan kita semua. Terima kasih.
Sumber : @PartaiSocmed
0 Response to "Proses Penguasaan Ratusan Ribu Hektar Lahan di Kalimantan Oleh Prabowo"