Membongkar Sepak Terjang SUDIRMAN SAID


Sudirman Said lahir di Brebes, Jawa Tengah pada 16 April 1963. Ia lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ( STAN ) tahun 1990. Dan mengambil Master di Bidang Administrasi Bisnis di George Washington University tahun 1994.

Sebelum menjadi menteri ESDM Sudirman Said pernah malang melintang di berbagai perusahaan dan lembaga. Bahkan ikut mendirikan dan menjadi ketua Badan Pelaksana Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Namun yg paling menarik adalah ketika Sudirman Said ditarik ke Pertamina ketika Ari Soemarno menjadi Dirut. Bicara tentang Sudirman Said tak afdol rasanya jika tidak membahas tentang hubungan dekatnya dengan Ari Soemarno yg dikenal banyak kalangan sebagai mafia migas itu

Sebentar sebentar.. 
Jika Sudirman Said dianggap bagian dari mafia migas bagaimana mungkin dia membubarkan Petral ketika jadi Menteri ESDM? Nah, kultwit ini justru akan membongkar borok-borok dibalik itu semua.

Kita mulai dari Ari Soemarno dulu. Ari Soemarno adlh pegawai karir di Pertamina yg mengawali kerjanya di bagian pengolahan. Karirnya sesungguhnya sudah tamat pd awal 1990-an ketika terbukti melakukan penyimpangan dlm pembangunan Kilang LNG Bontang.


Ari Soemarno, Dirut Pertamina yang Pernah Terpinggirkan
Ari Hernanto Soemarno kini menduduki posisi tertinggi di Pertamina. Kakak sulung mantan Menperindag Rini Soewandi ini akhirnya berhasil menduduki puncak setelah malang melintang di Pertamina selama 28 tahun.Pria kelahiran 14 Desember 1948 ini merupakan putra tertua mantan Gubernur BI Soemarno. Lulusan Teknik Kimia Aachen University Jerman ini memulai karirnya pada tahun 1978 sebagai teknisi pengolahan di kilang LNG Badak, Bontang, Kaltim.Ari tampaknya betah di Bontang dan menghabiskan 16 tahun karirnya di sana sebelum akhirnya mendapat promosi. Namun karir Ari sempat terpeleset. Sekitar 10 tahun silam, Ari pernah kena hukuman berupa penurunan gaji setingkat lebih rendah selama setahun.Dalam Majalah Tempo edisi paling gres dituliskan, 10 tahun silam pernah beredar surat keputusan dari Direktur Pengolahan Pertamina GJ Atihuta dan juga surat peringatan kepada Ari dari Kepala Divisi Gas Direktorat Pengolahan Pertamina, Hadiono Sutirto.Kedua surat itu intinya berisi pemberian sanksi kepada Ari. Sebagai Ketua Tim Tender PGP Bontang, Ari dianggap melakukan pelanggaran proses tender pekerjaan infrastruktur. Akibatnya, Pertamina dirugikan hingga Rp 1,2 miliar.Kontraktor pemenang tender pun akhirnya mengembalikan dana hingga Rp 600 juta ke Pertamina. Namun Ari tetap kena sanksi berupa penurunan gaji setingkat lebih rendah selama setahun. Surat peringatan pun dilayangkan dari Hadiono.Namun Ari menolak menandatangani surat peringatan itu dengan alasan kesalahan itu bukan tanggung jawabnya semata.Meski sempat terpeleset, namun karir Ari selanjutnya malah semakin kinclong. Pada tahun 2001, Ari didapuk menjadi staf khusus Direktur Hilir Pertamina. Dan dua tahun kemudian, Ari diangkat menjadi Presdir Pertamina Trading Limited (Petral), yang merupakan anak perusahaan Pertamina dan berkantor di Singapura dan Hong Kong.Presiden Megawati pun akhirnya mendapuk Ari sebagai Direktur Pemasaran Pertamina pada 11 Agustus 2004. Dan meski sempat terpinggirkan, namun kini Ari berhasil menduduki posisi tertinggi di BUMN yang kerap kali dituding sarat KKN itu.Bisakah Ari membersihkan Pertamina dari mafia-mafia minyak? Ataukah Ari bakal terpinggirkan kembali?
Gaji Ari Soemarno diturunkan dan tidak diberikan kewenangan apapun. Namun perubahan politik membawa angin cerah baginya. Ari dipromosikan menjadi Presdir Petral Singapura, perusahaan yg menjadi trading arms Pertamina dalam memasok minyak mentah dan BBM utk kebutuhan dalam negeri.

Pada tahun 2004, Ari Sumarno dipromosikan menjadi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina. Posisinya di Petral digantikan oleh Hanung Budya dan posisi Hanung sebagai Vice President digantikan oleh Daniel Purba. Petral sendiri dikuasai oleh sang legenda Reza Chalid.

Pada tahun 2008, Ari Soemarno diangkat sebagai Dirut Pertamina. Pada masa Ari Soemarno jadi Dirut Pertamina inilah Sudirman Said masuk ke Pertamina atas titipan Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI yg punya hubungan dekat dengan Rini Soemarno, adik Ari.

Endriartono menempatkan Sudirman Said di Pertamina karena Sudirman Said pandai mengambil hatinya ketika masih jadi Tim Penataan Unit Bisnis TNI. Tujuannya mungkin untuk menjaga kepentingannya di BUMN tersebut.

Baca Juga : 5 Tanda Tubuh Anda Kelebihan Kafein

Oleh Ari Soemarno, Sudirman Said dijadikan staf ahli Dirut, dan selanjutnya ketika Integrated Supply Chain (ISC) dibentuk pada September 2008 Sudirman Said diberi tugas sebagai Senior Vice President (SVP) untuk ISC.

Banyak yg menganggap mafia migas identik dgn Petral, namun sesungguhnya justru ISC inilah yg merupakan jantung mafia migas di pertamina. Sebab mulai dr impor ekspor 'requistion' volume, 'schedule', jenis, term and condition, semua keputusan di tangan ISC sbg Owner Estimate Petral.

Kepada publik selalu direkayasa bahwa ISC ini adalah antitesis dari Petral. Jika Petral dianggap sarang mafia lewat pengaturan tender pembelian minyak maka ISC membeli langsung dari Perusahaan Minyak Nasional (NOC).

Tapi benarkah ISC dapat menghindari kongkalikong pembelian minyak? Logikanya jika lewat tender saja bisa jadi sarang mafia apalagi penunjukan langsung tanpa tender. Peluang kongkalikong justru makin besar.

Baca Juga : Kobaran Api Di Balik Air Terjun Membuat Ilmuwan Bingung Hingga Kini

Betul saja! Selang beberapa hari dilantik, November 2008, Sudirman Said langsung terbang ke London bersama Daniel Purba dan menginap di Ritz Carlton untuk bertemu dengan Perusahaan Minyak Nasional (NOC) Libya yg difasilitasi oleh Concord Energy. Saat itu juga Sudirman Said menandatangani Sales and Purchase Agreement atas nama ISC Pertamina untuk volume 4 juta barel minyak Sarir.

Penunjukan langsung dari Sudirman Said tanpa tender ini terbukti bermasalah. Lebih lengkapnya silakan dibaca disini :
Pertamina Pernah Impor Minyak Sarir Zaman Ari Soemarno dan Sudirman SaidPT Pertamina (Persero) mengimpor minyak mentah (crude oil) Sarir ternyata tidak hanya saat ini saja. Perseroan beberapa tahun yang lalu juga pernah mengimpor minyak serupa dan juga bermasalah.
Data yang dihimpum Eksplorasi id menunjukkan, Pertamina mengimpor minyak Sarir secara term pada 2007 yang berasal dari NOC Libya. Namun, minyak itu tidak diimpor lagi pada 2008.
Sebelumnya, pada 2006 minyak Sarir juga telah diimpor oleh Pertamina secara term. Impor minyak Sarir pada 2006 dan 2007 dipasok dari Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES).
Minyak Sarir yang dibeli oleh Pertamina dari PES dalam kurun 2006 sebanyak lima kargo dengan volume 4.996.679 barel senilai USD 356.617.267,71. Impor dilakukan bulan Mei, Juni, Agustus, dan September 2006 dengan menggunakan kapal Tribuana dan Triwati.
Kemudian, suplai minyak Sarir hanya dilakukan hingga September 2006 dan untuk suplai berikutnya dihentikan berdasarkan surat dari Pertamina No. 2252/E20200/2006-S0 tanggal 31 Agustus 2006.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, saat itu alasan penghentian impor adalah dari hasil pengolahan minyak Sarir diketahui bahwa residu yang dihasilkan sangat tinggi.
“Lalu, untuk mengolah residu tersebut menjadi LSWR (Low Sulphur Waxy Residue) mengalami penurunan, sehingga akan menurunkan tingkat keekonomian hasil pengolaahan, di samping sisa stok atas residu yang ada masih tinggi,” kata dia di Jakarta, Selasa (27/9).
Data lain menunjukkan, namun pada 18 Oktober 2006, dirut Pertamina kala itu yakni Ari Hernanto Soemarno mengeluarkan surat No1204/C0000/2006-S0 yang tidak sejalan dengan kondisi tersebut di atas, di mana dalam surat tersebut Pertamina malah menyatakan kesediaanya untuk membeli minyak Sarir dari NOC Libya melalui Pertamina EP Libya (PEPL) sejumlah 900 ribu bbls.
Dalam pelaksanaanya, pembelian minyak Sarir melalui PEPL tersebut teryata hanya terealisasi sekali pengapalan saja yaitu sejumlah 900 ribu bbls pada awal 2007. Anehnya, tanpa alasan yang jelas, guna memenuhi kontrak term pada 2007 dengan Pertamina, pengadaan minyak Sarir berikutnya dilakukan melalui Petral, dan Petral pun melakukan proses tender yang dimenangkan oleh Concord Energy Pte Ltd.
Di satu sisi, saat itu menurut BPK, pembelian yang tidak dilakukan secara langsung kepada NOC Libya ini akan ada potensi kerugian pada 2007 setidaknya sejumlah USD 1.458.862.
Ironinya, proses pengadaan minyak Sarir ini berlanjut terus sampai dengan kira-kira delapan kargo selama 2007 dan diteruskan sampai dengan 2008, yang semua proses tendernya selalu dimenangkan oleh Concord Energy Pte Ltd secara terus menerus.
Selain impor minyak Sarir, ternyata saat itu Pertamina melalui Petral juga mengimpor minyak mentah Champion. Selama 2007-2008 seluruh pembelianminyak mentah Champion dilakukan oleh Petral kepada Concord Energy Pte Ltd tanpa melalui proses tender sama sekali.
Proses pembelian hanya melalui direct negotiation, padahal minyak mentah Champion tersebut merupakan hasil produksi Brunei Shell Petroleum (BSP).
Jumlah minyak mentah Champion yang sudah disalurkan ke Pertamina melalui Concord Energy Pte Ltd tersebut pada 2007 tidak kurang dari 3 juta ton bbls dan pada 2008 sejumlah 4 jutaan bbls.
Bahkan, data yang diperoleh Eksplorasi id juga menunjukkan, di awal 2009, sejumlah pejabat Pertamina berangkat ke London untuk merintis kembali pembelian minyak mentah Sarir.
Berdasarkan data tersebut, pada 9 Maret 2009 terjadi pertemuan di Hilton Hotel, Park Lane, London dengan agenda term suplai minyak Libya untuk Pertamina.
Adapun pihak yang mengadakan pertemuan adalah, Sudirman Said mewakili Pertamina kala dia menjabat sebagai VP ISC (Integrated Supply Chain), Johanes Sunarmo (president PES), dan Khaled Nashnush (marketing manager crude oil and natural gas NOC Libya).
Beberapa waktu lalu Eksplorasi id pernah mengkonfirmasi langsung kepada Ari Hernanto Soemarno. Dia berkomentar, dokumen yang beredar tersebut merupakan untuk teknis pembelian minyak Sarir dari produsennya langsung, yaitu NOC of Libya.
“Itu adalah tindak lanjut dari kesepakatan antara dirut Pertamina (saya waktu itu) dengan chairman dari NOC Libya yang juga menteri Peminyakan Libya waktu itu Sukri Ghanem. Harganya sesuai OSP (Official Selling Price) dari Pemerintah Libya yang ditetapkan per bulan nya, jadi mirip seperti ICP kita di sini,” kata dia kepada Eksplorasi id.
Ari pun saat itu mengakui bahwa dirinya yang meminta direktur Pengolahan dan ISC untuk menindaklanjuti hal tersebut. Bahkan, lanjut dia, jika diperlukan untuk teknisnya bisa melibatkan Petral/ PES.
“Dengan pembelian langsung ini akan mengeliminasi pembelian yang selama ini melalui trader, dan sejak ISC dibentuk memang pola pembelian langsung dari produsen sangat didorong/ diupayakan,” jelas dia.
Sebelumnya. lanjut dia, hanya ada satu pola pembelian langsung yaitu dengan Saudi Aramco untuk membeli Arabian Light Crude (ALC) yang sudah berlangsung sejak 1999.
Dia pun mengungkapkan bahwa kesepakatan pembelian langsung itu langsung dibatalkan oleh Karen Agustiawan (dirut Pertamina) setelah dirinya diberhentikan.
Ari mengungkapkan, terkait pembelian minyak Sarir dari PEPL pada 2006 hal itu merupakan hal yang berbeda. Dia pun mengakui memang terjadi masalah di internal PEPL, dan memang menjadi penelitian dan dipertanyakan oleh BPK, karena ada kewajiban penyetoran yang tidak dilakukan PEPL.
“Tapi yang mulai pada 2008, makanya saya minta Direktorat Pengolahan untuk ikut teknisnya melihat secara benar kapan Sarir cocoknya dipakai di kilang, karena tergantung dari jenis sweet crude yang dialokasikan oleh BP Migas untuk diolah diolah di kilang Pertamina. Pembelian berdasarkan kesepakatan langsung. Periode 2008 tidak ada kaitan sama sekali dengan yang 2006,” tegas dia.
Ari juga menjelaskan, pembelian minyak Sarir langsung berdasarkan kesepakan langsung dengan NOC Libya baru terlaksana akhir 2009. Pada periode 200, lanjut dia, memang menunjukkan bahwa minyak Sarir dibeli dan melalui pihak ketiga.
“Oleh karenanya kemudian diambil inisiatif untuk diupayakan membeli langsung. Dan saya langsung adakan pendekatan langsung sama chairman/ menteri Perminyakan Libya yang kebetulan saya kenal cukup baik,” ujar dia.
Ari kembali menerangkan, sampai awal 2008, pembelian crude oil dilakukan langsung oleh Direktorat Pengolahan dengan pola spot atau short term contract (tiga bulanan).
Kemudian, setelah ISC terbentuk (sekitar Mei 2008), dilakukan pembenahan dengan antara lain melakukan kontrak jangka panjang ke produsen langsung, seperti ke NOC Libya.
“Sekarang setahu saya ISC berupaya lakukan itu antara lain beli langsung crude Azeri dari Azerbaijan ke national oil company mereka, Socar, dan tidak seperti yang dilakukan sebelumnya, belinya lewat PTT Trading dari Thailand,” jelas dia.


Khas gaya Sudirman Said, penyesatan publik diskenariokan dgn penjelasan bahwa dealing langsung ke NOC dan tidak melalui trader akan menjadikan harga beli minyak lebih murah, tanpa ada fee atau pengeluaran lain.

Baca Juga : Kisah Jose Mujica, Presiden 'Termiskin' Di Dunia Yang Menyentuh Hati

Ini berbeda dgn mekanisme tender di Petral, yg selalu memakai trader.

Pola yang dibangun sangatlah halus dan canggih. Kesannya pembelian langsung lebih menguntungkan. Padahal dibalik itu utk setiap barrel yg dipasok ke Pertamina melalui ISC, NOC Libya harus berkomitment membayar sejumlah fee kepada Concord Energy.
Siapakah Concord Energy ini? Jika selama ini kita hanya tahu mafia migas hanya identik dengan Petral dan Reza Chalid maka itu tidak benar. Sebab ada yg namanya Nasrat dgn Concord Energy-nya yg juga merupakan guru dari Reza Chalid.

Oya, Ari Soemarno memegang 35% saham Concord.

Jika di Petral proses yang seakan-akan transparan melalui tender, dgn Reza Chalid sebagai penguasanya. Maka di ISC prosesnya tertutup negosiasi langsung dengan NOC, dengan Concord Energy memainkan seluruh perancangan bisnisnya. Ujung2nya sama, mengejar rente ekonomi.
Kembali ke Sudirman Said, rencana jahat tinggalah rencana. Dokumen penunjukan langsung yang sudah diteken Sudirman Said di London, yang tidak transparan itu menjadi pesta yg bubar terlalu awal.

Pada awal 2009, Ari Sumarno dipecat dari Dirut Pertamina, digantikan oleh Karen Agustiawan. Perjanjian yang sudah diteken Sudirman Said bersama dengan NOC Libya dibatalkan oleh Karen dan Sudirman Said dimutasi dari ISC.

Sudirman Said yg dianggap memberi karpet merah bagi Concord Energy milik Nasrat dan Ari Soemarno itu pun harus rela dicopot dari jabatannya yg baru 7 bulan di ISC .

Sudirman Said, Deputi Direktur ISC Pertamina Dicopot
Baru tujuh bulan dibentuk, posisi personel dalam Integrated Supply Chain (ISC)—badan yang mengelola impor minyak—PT Pertamina dirombak. Deputi Direktur ISC Sudirman Said dicopot dari jabatannya. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, surat keputusan pemberhentian akan dikeluarkan Jumat pekan ini. Sudirman Said, Rabu (18/3), mengakui bahwa rencana pemberhentian dirinya sudah disampaikan oleh direksi. Namun, alasannya tidak disebutkan. ISC dibentuk pada September 2008, tidak lama setelah kasus impor minyak mentah zatapi meruak. Ketika itu, Ari Soemarno masih sebagai direktur utama. Alasan pembentukan ISC adalah untuk memperbaiki proses pengadaan minyak mentah dan produk hasil olahan minyak mentah. Organisasi baru itu mengambil alih kewenangan pengadaan yang selama ini ada di direktorat pengolahan maupun niaga dan pemasaran. Namun, efektivitas organisasi baru itu dipertanyakan pihak internal dan eksternal Pertamina. Pansus Angket BBM menilai, keberadaan badan baru tersebut memperpanjang birokrasi. Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, yang dikonfirmasi tentang kelanjutan keberadaan ISC, tidak bersedia menjawab. Selain di ISC, perombakan juga akan dilakukan atas direksi Pertamina Trading Limited (Petral) yang berkedudukan di Singapura. Dirut Petral John Sunarmo segera diganti. Petral adalah anak perusahaan Pertamina yang mengurus impor minyak mentah dan produk BBM.
Selepas dicampakkan dari ISC Pertamina karena kelakuannya yang tidak transparan, Sudirman Said yg bekas aktivis Masyarakat Transparansi Indonesia itu pun ditampung oleh Indika Energy, satu perusahaan energi dan migas nasional.

Selepas dari Indika Energy, Sudirman Said jadi Dirut Pindad, perusahaan plat merah yang bergerak di alat persenjataan dan kendaraan tempur. Masuknya di Pindad tidak lepas dari peran Syafrie Syamsoeddin (waktu itu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan). Syafrie Syamsoeddin ini adalah kakak dari Maroef Sjamsoeddin Dirut PT Freeport Indonesia ketika Sudirman Said jadi Menteri ESDM.

Kedekatan Sudirman Said dan Syafrie tercipta pada saat Sudiirman Said menjadi bagian dari Tim Penataan Unit Bisnis TNI. Hubungan tersebut berlanjut pada saat Syafrie jadi Wakil Menhan, dan Purnomo Yusgiantoro sebagai Menterinya. Ada yang bertanya, mengapa dengan rekam jejak seperti itu Sudirman Said bisa terpilih sebagai Menteri ESDM pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla?

Begini ceritanya.. 
Yg sebenarnya berpeluang jadi Menteri ESDM adalah Ari Soemarno, yg oleh ketua tim transisi Rini Soemarno tanpa malu2 ke dalam tim transisi untuk urusan Migas. Sudirman Said sendiri tak dikenal Jokowi saat itu.

Namun apes bagi Ari Soemarno sebab Jokowi ingin Rini Soemarno jadi menteri BUMN-nya. Tak elok rasanya jika ada dua klan Soemarno dalam satu kabinet Jokowi-JK. Akhirnya dengan berat hati Ari Soemarno harus memupus ambisinya.

Gagal menjadi menteri tak menyurutkan ambisi Ari Soemarno untuk menjaga kepentingan bisnis migasnya, maka dia pun menyodorkan kader terbaiknya, Sudirman Said!
Tapi menyodorkan nama Sudirman Said ke Jokowi tentunya akan sulit jika dilakukannya sendiri oleh Ari Soemarno bersama Rini. Wajar, karena Jokowi tidak kenal Sudirman, dan SS adalah sosok yg tanpa prestasi di dunia migas. Kita2 saja mana ada yg kenal nama Sudirman Said saat itu?
Maka Ari Soemarno membangun aliansi dengan JK dengan merangkul Indika Group, salah satu “rumah bisnis” Sudirman Said. Tim inilah yang bekerja secara sistematis dan terstruktur untuk meyakinkan Jokowi melalui JK dan Rini yg jadi ketua Tim Transisi kala itu.

Jaringan Makasar di bawah komando JK, dan Syafrie serta Said Didu dilakukan upaya2 untuk memaksakan nama Sudirman Said menjadi menteri ESDM.

Akhirnya usaha membuahkan hasil. Saat pengumuman kabinet Kerja, nama Sudirman Said ditunjuk sebagai Menteri ESDM. Banyak pihak terbengong2, tak menyangka bahwa sosok ini yang akan dipercaya menduduki jabatan ESDM 1.

Inilah jawaban dari pertanyaan banyak pihak mengapa sebagai Menteri ESDM Sudirman Said lebih patuh dan memihak pada JK dari pada Jokowi yg presidennya. Terutama terasa sekali pada saat perseteruannya dgn sesama menteri, Rizal Ramli

Dan setelah jadi menteri Sudirman Said mengangkat jaringan Makasarnya JK, Saididu sebagai staf khusus menteri ESDM.

Belakangan atas 'restu' JK, Said Didu didorong Sudirman Said menjadi Dirjen Minerba.
Tapi Jokowi sadar, dan menolak mentah-mentah Said Didu.

Selanjutnya memasuki masalah Freeport. Untuk memuluskan rencana diusulkan pada James Moffet agar mengangkat 'jaringan Makasar' sebagai Dirut PTFI.
Maka diangkatlah Maroef Sjamsoeddin yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Kepala BIN

Maroef Sjamsoeddin ini adalah adik Sjafrie Sjamsoedin yg berjasa merekomendasikan Sudirman Said sebagai Dirut PT Pidad kepada Dahlan Iskan.  Dari sini sudah mulai kelihatan benang merahnya?
JK adalah politikus kawakan. Perancangan terbaik lahir dari JK: memegang kendali dua lini sekaligus, yaitu pengendali kebijakan di pemerintahan, Sudirman Said, dan pengendali operasional di Freeport adalah Maroef Sjamsoeddin.

Selanjutnya tinggal meyakinkan Jokowi bahwa Freeport ini penting bagi investasi di Indonesia, dan karenanya mesti dibantu percepatan perpanjangan kontraknya.

Maka jika kita ingat kembali pernyataan2 dan kebijakan2 Sudirman Said terkait dengan negosiasi dengan Freeport itu, jelas bahwa dia tidak sedang bekerja untuk Presiden tetapi untuk kepentingan lainnya. Loyalitas Sudirman Said tidak pernah kepada Jokowi, tetapi kepada JK.

Banyak orang kuat punya kepentingan di Freeport diakui sendiri oleh Said Didu. Adalah fakta bahwa Bosowa membangun pabrik semen (grinding plant) di Sorong, Papua Barat, dengan investasi senilai Rp 679 miliar. 


Dan mengenai kepentingan keluarga JK terhadap Freeport sudah cukup jelas dengan terungkapnya pertemuan keponakan JK dengan James Moffet.
Publik Harus Fair, Keponakan Jusuf Kalla Juga Terbukti Bertemu Bos PT FreeportKalau Ketua DPR Setya Novanto divonis publik bersalah karena melakukan pertemuan dengan Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin, maka sudah sepantasnya pertemuan Erwin Aksa (keponakan Wapres JK) dengan Bos PT Freeport McMoran, James Robert Moffet juga dipersoalkan secara etika maupun hukum.
Pertemuan tersebut bukan isapan jempol. Faktanya, Wapres JK membenarkan adanya pertemuan Erwin Aksa dengan pria yang kerap disapa Jim Bob tersebut. JK mengelak, pertemuan dengan Jim Bob itu, murni urusan bisnis.
Dikutip dari laman Katadata.co.id, Selasa (23/12), Erwin Aksa adalah CEO Bosowa. Perusahaan ini bergerak dalam beragam bidang bisnis, mulai semen, otomotif, hingga pertambangan.
Sejak 2013, Bosowa memang membangun pabrik semen (grinding plant) di Sorong, Papua Barat, dengan investasi senilai Rp679 miliar.
Pembangunan pabrik semen di Papua dianggap penting untuk mendukung ketersediaan infrastruktur yang sangat minim.
“Punya tiga pabrik semen, dia jual semen ke sana, karena dia punya pabrik yang ada di Sorong, macam-macam mau bikin di sana,” kata Wapres JK
Fakta adanya pertemuan ini, pertama kali diungkap oleh Wakil Sekjend Partai Gerindra Andre Rosiane. Menurut Andre, Jim Bob menemui Erwin dan keluarganya sebelum terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Maroef Sjamsuddin. Pertemuan, kata Andre dilakukan di Kantor Bosowa, Gedung Menara Karya, lantai 10, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Ia menduga pertemuan itu dilakukan untuk memuluskan kontrak karya PT Freeport yang akan habis 2021 nanti.
Namun, menurut Erwin Aksa, pertemuan itu berlangsung tahun lalu di kafe hotel Ritz Carlton. Karena di kafe, pertemuannya terbuka, bisa dilihat semua orang.
“Kami hanya ngobrol sambil ngopi-ngopi,” ujarnya
Erwin pun memastikan dalam pertemuan itu dirinya tak membawa-bawa nama JK. Sebab, kata dia, dirinya sudah menjadi pengusaha sejak lama. “Saya kenal Jim Bob sudah lama. Dan saya mau ketemu siapa saja boleh selama saya tidak mempengaruhi posisi Pak JK. Saya bukan pengusaha baru,” ujar Erwin.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto tak mempersoalkan pertemuan itu. Asal pertemuan itu memang membicarakan masalah bisnis. “Kalau yang dibicarakan mengenai hal kebijakan publik tentunya tidak sesuai,” kata Agus.
Selanjutnya, Rekaman Makelar Saham Freeport, yg melibatkan Setya Novanto, Reza Chalid, dan Ma’roef Syamsoedin. Dlm rekaman tsb Reza menyebut kelompok Dharmawangsa (mengacu ke jalan Dharmawangsa di Jakarta, tempat kediaman keluarga JK) yang katanya harus diberikan saham 9%.

Maka seperti yang kami bilang sejak awal dahulu, kasus "papa minta saham" itu bukanlah kasus iblis vs malaikat melainkan iblis vs iblis yang menyamar jadi malaikat.

Atau lebih tepatnya kasus makelar berantem sesama makelar.


Sejak dari awal Sudirman Said tidak bekerja untuk Presiden tetapi untuk kepentingan lain. Yang dilakukan Sudirman Said adalah meyakinkan semua pihak pentingnya secepatnya memberi kepastian perpanjangan kontrak pada Freeport.

Sedangkan Jokowi sejak awal ingin Freeport patuh pada perundang-uandangan yg berlaku di Indonesia. Termasuk mengubah KK jadi IUPK, kewajiban membangun smelter serta divestasi saham, yg selama ini terus menerus diingkari oleh Freeport.

Sampailah akhirnya Sudirman Said mengeluarkan surat yg menjanjikan perpanjangan kontrak pada Freeport. Surat inilah yg membuat posisi negosiasi kita jadi lemah. Dan jelas surat tersebut hanya ditandatangani oleh SS sendiri. Jadi agak lucu jika sekarang dia lempar tanggung jawab .


Bahkan akibat janji yg diberikan Sudirman Said dlm suratnya itu Freeport sampai berani mengancam dan memberi ultimatum pada pemerintah Indonesia, jika dalam 120 hari tidak ada kejelasan kontrak maka akan diseret ke pengadilan internasional atau arbitrase.
Surat Sudirman Said Menambah Ruwet Polemik FreeportKonflik antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah Indonesia tak kunjung menemui titik temu. Situasi bahkan kian memanas setelah Freeport memberi tenggat 120 hari kepada pemerintah untuk mengurus negosiasi masalah status kontrak sebelum dibawa ke pengadilan internasional atau arbitrase.
Salah satu pangkal persoalan yang dianggap menjadi pemantik konflik saat ini adalah surat yang diterbitkan Sudirman Said saat masih menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya. Surat yang ditandatangani Said itu mengizinkan Freeport melanjutkan kegiatan operasi sesuai Kontrak Karya hingga 30 Desember 2021.
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan, surat dari Said itu melemahkan posisi pemerintah yang kini menghendaki Freeport untuk berstatus Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Syarat itu harus dipatuhi Freeport jika mereka mau menjadi perusahaan tambang yang punya izin ekspor.
"Jadi Pak Sudirman Said kirim surat ke yang dulu, seolah-olah PTFI akan diperpanjang setelah 2021. Ini justru melemahkan posisi Indonesia dalam menghadapi PTFI," kata Fahmy.
Said mengirim surat itu pada 7 Oktober 2015 kepada Freeport McMoran Inc. Dalam surat itu, Said menyatakan, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan investasi asing di Indonesia.
Hanya saja, hal tersebut masih perlu disesuai dengan aturan di Indonesia sehingga persetujuan perpanjangan kontrak Freeport akan diberikan setelah hasil penataan peraturan dan perundingan.
"Sebagai konsekuensi atas persetujuan tersebut, PTFI berkomitmen untuk menginvestasikan dana tambahan US$18 miliar untuk kegiatan operasi PTFI selanjutnya," tulis Said dalam surat tersebut.
Surat tersebut merupakan balasan dari permohonan operasi Freeport pada 9 Juli 2015. Dalam balasan surat, Said juga menyebut pemerintah Indonesia akan menata ulang regulasi agar lebih menarik investasi dalam bidang sumber daya alam di Indonesia.
Kendati demikian, Fahmi menilai Freeport hanya punya potensi peluang lebih kecil untuk menang karena mereka belum mematuhi pembangunan smelter sebagaimana yang disyaratkan dalam undang-undang..
"Peluang kita itu 70 persen, dia 30 persen. Karena yang dilakukan pemerintah agar PTFI ini bangun smelter kan dasar Undang-Undang (UU), selama dasarnya UU, itu jadi pertimbangan kuat," ucap Fahmy.
Freeport dianggap hanya akan mendulang rugi yang lebih tinggi jika nantinya kalah dalam arbitrase, yang bisa memakan waktu enam bulan hingga satu tahun.
Sepanjang masa itu, Freeport otomatis wajib menghentikan operasionalnya sementara. Sehingga, perusahaan tak akan mendapatkan pendapatan sedikitpun.
"Nah begitu dihentikan, tidak produksi, tidak ada pendapatan, harga saham pun turun. Kalau diteruskan bisa bangkrut kan," kata dia.
Sementara, jika pemerintah Indonesia kalah, maka pemerintah hanya perlu mengubah isi UU yang diinginkan oleh Freeport. Di mana, melalui PP nomor 1 2017, pemerintah mewajibkan PTFI berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kontrak Karya (KK)
"Atau kalau Indonesia kalah harus izinkan PTFI ekspor konsentrat tanpa diolah di smelter," ujar Fahmi.
Tak ketinggalan jaringan makasarnya JK, Said Didu, ikut2an menakut2i bangsa ini. Seolah2 kita harus takut pada ancaman Freeport dan memenuhi apapun kemauan mereka.
Jelas kan kepada siapa mereka bekerja?




Tak lupa Said Didu juga mencoba lakukan provokasi halus pada tokoh masyarakat Papua agar terjadi distrust terhadap proses negosiasi yg dilakukan pemerintah pusat. 


Atas ancaman Freeport terhadap pemerintah Indonesia ini Rizal Ramli mengatakan:
“Freeport Berani Kurang Ajar Karena Surat Sudirman Said” 
Rizal Ramli: Freeport Berani Kurang Ajar Karena Surat Sudirman SaidMantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli menaruh percaya pada Presiden Jokowi dalam persengketaan dengan Freeport.
Menurut Rizal, sosok Presiden Jokowi tidak mempunyai kepentingan pribadi apapun selain berdiri di atas kewajibannya selaku Presiden, sehingga dia yakin Jokowi akan mampu bersikap tegas.
“Saya berterimakasih kepada Presiden Joko Widodo. Dia tidak ada kepentingan mengenai Freeport ini. Dia nggak main-main,” katanya di Hotel Borobudur Jakarta, Ditulis Minggu (5/3).
Namun ada satu hal yang mengganjal di hatinya, yakni ada seorang Menteri yang mengeluarkan surat dan menjanjikan perpanjangan kontrak bagi Perusahaan asal Amerika Serikat itu. Dan surat itu juga yang menurutnya membuat Freeport berani kurang ajar terhadap pemerintah Indonesia.
“Jadi waktu itu, ketika Menteri ESDM jaman saya, jalan sendiri. Pengen apa? Baikan sama Freeport. Dan ini juga yang membuat sekarang Freeport berani kurang ajar karena berdasarkan surat ini, dia mau nuntut, mau Arbitrase,” tandasnya.
Perlu diketahui, saat ini pemerintah sedang bersengketa dengan Freeport, hal ini juga berkaitan dengan surat Sudirman Said (Sewaktu menjabat Menteri ESDM) tertanggal 7 Oktober 2015, yang menjanjikan perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika Serikat itu.
Kronologis pengeluaran surat yang dimaksud yakni, dulunya PT Freeport mengajukan jaminan investasi disebabkan rasa kekhawatiran atas masa berakhir kontrak pada 2021 serta perubahan dari status KK. Pada saat itu, Freeport tidak mau melakukan penambahan investasi karena khawatirkan akan tidak untung jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak ataupun merubah status kontrak.
Sedangkan untuk memperpanjang kontrak, saat itu belum memungkinkan karena UU No 4 Tahun 2009 mengatakan bahwa perpanjangan kontrak boleh diajukan paling cepat 2 tahun sebelum masa kontrak berakhir. Artinya Freeport baru boleh mengajukan pada tahun 2019. Sedangkan saat bersamaan UU tersebut sedang dilakukan revisi.
Menurut Rizal Ramli, sosok Presiden Jokowi tidak mempunyai kepentingan pribadi apapun selain berdiri di atas kewajibannya selaku Presiden, sehingga dia yakin Jokowi akan mampu bersikap tegas.


Dengan melihat hasil akhir negosiasi saat ini dimana kita berhasil menguasai mayoritas saham dan memaksa Freeport mematuhi hukum yg berlaku di Indonesia vs kondisi negosiasi jaman Sudirman Said, apakah mungkin surat yg merugikan posisi kita itu dibuat atas permintaan Jokowi?

Dan jika saja Sudirman Said tidak dipecat Jokowi ketika itu maka Indonesia tak akan menguasai 51% saham seperti sekarang ini, melainkan cuma 30%.
Indonesia Mungkin Hanya Dapat 30 Persen Saham Freeport Jika... 
Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman menilai, Indonesia bisa saja tak mendapatkan 51 persen saham PT Freeport Indonesia seperti yang terjadi saat ini.
Hal itu kata dia, mungkin terjadi bila Presiden Jokowi tak melalukan reshuffle atau perubahan di kabinet pada 2016. Saat itu, salah satu menteri yang diganti yakni Sudirman Said.
Waktu menjabat sebagai menteri ESDM sebut dia, Sudirman masih menggunakan Peraturan Pemerintah yang dibuat menjelang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai masa kerjanya. Yakni PP N0.77/2014, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Salah satu klausal dalam PP itu menunjukan bahwa Freeport Indonesia hanya mendivestasikan 30 persen saham ke pemerintah Indonesia," ujarnya, di Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Ferdy yang juga penulis Buku Freeport: Bisnis Orang Kuat Vs Kedaulatan Negara itu mengatakan, PP No.77/2014 jelas merupakan  titik lemah daya tawar pemerintah dengan Freeport.
Seharusnya kata dia, Sudirman memberikan masukan kepada Presiden untuk mengubah PP tersebut saat itu. Sebab tak sesuai dengan UU No.4/2009 tentang Minerba yang memerintahkan divestasi saham mencapai 51 persen.
Menurut Ferdy, perubahan baru terjadi setelah Jokowi menunjuk Ignasius Jonan menjadi Menteri ESDM. PP 77/2014 lantas diubah menjadi PP 01/2017 yang memerintahkan Freeport untuk divestasi 51 persen saham kepada pemerintah Indonesia.
Renegosiasi kontrak baru Freeport pun menemukan titik terang. Hal ini menurut dia bisa terjadi lantaran sosok Jonan yang dikenal tegas dan tak mau didikte.
Freeport pun diminta untuk wajib mendivestasikan 51 persen ke pihak nasional dan wajib membangun smelter jikan ingin melanjutkan operasi tambang potensial di Grasberg.
Sebelumnya, Sudirman menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo pernah menggelar pertemuan rahasia dengan bos Freeport McMoran James R Moffet.
Pertemuan itu disebut menyepakati soal surat 7 Oktober 2015 atau surat yang disebut sebagai cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia.
Jokowi mengakui sempat beberapa kali bertemu dengan Presiden Freeport McMoran Inc James R Moffet di Indonesia.
Jokowi pun mengakui pertemuan tersebut untuk memperpanjang izin operasional Freeport di Indonesia. Namun, Jokowi mengungkapkan sejak awal pertemuan tersebut ditujukan untuk menguasai 51 persen saham Freeport.

Cara-cara yang dilakukan Sudirman Said dalam kasus Freeport adalah pengulangan yg pernah dilakukannya di ISC Pertamina, yaitu teriak2 menuduh pihak lain melakukan kejahatan seraya melakukan kejahatan serupa sambil pura2 jadi pahlawan.
Dalam kasus ISC Pertamina dia tuduh Petral sarang mafia migas tapi melakukan cara2 yg sama dengan ISC dan Concord Energy. Dalam kasus Freeport dia tuduh Setya Novanto tapi dibalik kegaduhan itu dia lakukan tindakan yg menguntungkan posisi Freeport. Sebagai menteri Sudirman Said tidak etis karena bekerja untuk JK yg berjasa mengangkatnya jadi menteri dari pada kepada Presiden. Kita bersyukur karena Jokowi tegas memecat dia. Jika tidak tak ada harapan kita bisa kuasai saham mayoritas Freeport.

Sekian kultwit kami. Semoga mencerahkan kita semua. Terima kasih.

Sumber : @PartaiSocmed

0 Response to "Membongkar Sepak Terjang SUDIRMAN SAID"